Junaedi, ST
Pribadi Sederhana
Lelaki kelahiran Cirebon, 05 september 1974 silam ini tidak pernah terlihat lesu sekalipun aktivitasnya sehari digedung dewan termasuk padat. Bahkan ditengah kesibukannya, senyum ceria selalu terpancar dari wajahnya. Junaedi memang meyakini bahwa duduk dikursi dewan dengan jabatan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon semata-mata menerimah amanah untuk menyuarakan suara rakyat, karena itu harus dijalani dengan tulus ikhlas sepenuh hati.
Salah satu manfaat menjadi anggota dewan merupakan posisi yang strategis untuk mewakili suara orang banyak. Selain itu juga karena lembaga legislatif ini sangat erat dengan pembuatan kebijakan yang bersentuhan langsung dengan rakyat bawah. Seorang anggota dewan sejatinya sungguh-sungguh mencerminkan sebagai kepanjangan lidah konstituennya. Oleh karena itu waktu dirinya terpilih, Junaedi rela pindah domisili ke Dapil di Desa Sindanglaut, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, agar bisa lebih dekat dengan pemilihnya dan bisa secara langsung menyerap suara mereka.
Pendidikan formalnya dimulai dari SD Marikangen 2 Cirebon (1987), SMP I Plumbon (1999), SMA I Cirebon (1993) dan menamatkan kuliah di ITB pada 2000. Sejak sebagai mahasiswa, Junaedi gemar berorganisasi. Ia pernah aktif diberbagai organisasi kampus antara lain Karisma Salman ITB (1994-1997), Kamil TL ITB (1997-1999) dan Kelompok Kajian Dimensi (1996-2000). Aktif diberbagai organisasi inilah yang sangat membantu Junaedi setelah hidup bermasyarakat.
Sebelum aktif sebagai wakil rakyat, Junaedi terlebih dahulu aktif bekerja di CDP LPPM ITB pada 2000 dan pada tahun yang sama dirinya dipercaya sebagai Dosen UMC. Profesi ini masih ditekuninya hingga kini.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini mengaku menyimpan banyak keprihatinan tentang kondisi Kabupaten Cirebon. Baik dibidang social, budaya, politik hingga praktek birokrasinya yang masih memprihatinkan untuk menunjang pembangunan daerah. Salah satu keprihatinan itu ia contohkan dalam hal penerapan otonomi daerah di kabupaten Cirebon. Menurutnya pelaksanaan otonomi daerah masih terkesan setengah hati. Bahkan cenderung sekedar pelimpahan tugas ke daerah. Dalam beberapa kasus, antara pusat dan daerah terlihat tidak adanya koordinasi yang baik. Seperti pembangunan gedung SMP disebuah daerah yang ditangani pemerintah pusat. Sejak awal pemerintah daerah tidak tahu menahu mengenai pembangunan ini. Kalau seperti itu, seolah-olah ada kesenjangan antara pusat dan daerah, keduanya berjalan sendiri-sendiri sesuai kewenangan masing-masing.
Diranah birokrasi, junaedi menyayangkan jika masih ada praktek birokrasi yang kurang sehat, hal ini tentu berdampak negatif terhadap kualitas proyek-proyek pembangunan daerah. Misalnya, oknum-oknum birokrasi pemerintahan yang bermain dalam lelang proyek, bahkan pada tingkat pengawasan dilapangan. Wajar jika hasil akhir yang didapat dalam proyek tersebut sangat rendah. Jika sudah terjadi seperti ini, maka tentu saja kepentingan rakyatlah yang dikorbankan. Karena itu, menurutnya proyek-proyek pembangunan daerah harus memfungsikan profesionalisme rekanan. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan. Biarkanlah rekanan atau pihak ketiga yang menjadi pelaksananya. Hal ini penting untuk meminimalisir keterlibatan birokrasi sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya korupsi dan kolusi. Demikian salah satu persoalan birokrasi yang ia keluhkan disamping sederet pekerjaan rumah lainnya.
Lebih lanjut ayah dari Jawwad Humam Muzayyin dan Jundi Syauqi Falah ini menyarankan agar pembangunan daerah nantinya berlandaskan pada kreativitas untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Ia mencontohkan Dinas Perairan, bagaimana mencari sumber-sumber air baru dengan bantuan teknologi yang memadai jadi tidak hanya memelihara sumber-sumber air yang sudah ada.***
Alamat Facebook : http://www.facebook.com/junaedi.st