Share dr Grup IHIMA
Malam itu selepas halaqoh mingguan….
Dua orang sahabat tampak sedang berboncengan dengan sebuah sepeda butut. Rupanya malam itu langit kurang bersahabat, kilat mulai menyambar dan guruhpun bersahutan. Hujan akan segera turun.
Ikhwan A: Gimana nih akh, sebentar lagi bakalan hujan?
Ikhwan B: Tenang aja akh, baru juga hujan air (sambil tersenyum)
Ikhwan A: Tuh, sudah mulai gerimis… (tak lama kemudian hujanpun turun dengan derasnya)
Ikhwan B: Kita jalan terus aja ya…
Ikhwan A: Oke deh, antum kan pilotnya
Akhirnya mereka pun terus mengendarai sepeda butut itu sambil sesekali berbicara dan berkelakar diantara mereka untuk membunuh rasa dingin akibat kehujanan. Dan tak lupa mereka melindungi tas mereka dari basah akibat hujan.
Tak lama hujan pun berhenti dan sebentar lagi salah seorang dari mereka akan turun terlebih dahulu.
Ikhwan A: Jazakallah ya akhi atas tumpangannya
Ikhwan B: Waiyyakum, nyantai aja akh, antum kayak baru kenal ane aja. Oh iya akh, sebenarnya ane bawa sih jas hujan di dalam tas ane. Tapi karena hanya cukup untuk dipakai satu orang, terpaksa ane gak pakai. Habis ane gak tega ngelihat antum kebasahan sementara ane enggak. Ya, ane pikir lebih baik kita kebasahan berdua aja deh (sambil tersenyum)
Ikhwan B: Apaan…? Lah ane juga sebenarnya bawa jas hujan kayak antum di tas ane. Cuman khan gak mungkin ane pake jas hujan sementara antum berbasah-basah ria. Ane pikir, mendingan kita berdua kebasahan deh (sambil sedikit terkejut)
Tak lama kemudian merekapun tertawa saat menyadari ‘kekonyolan’ mereka.
Cerita di atas baru saja saya dapat ketika jumat sore berkunjung ke sebuah masjid. Dimana salah seorang sahabat ikhwah yang menjadi seorang ketua DKM nya. Kamipun bercerita banyak termasuk cerita-cerita masa lalu yang salah satunya adalah cerita di atas. Sungguh saya tak bisa menahan tawa ketika teman ini dengan gaya betawinya yang kental menceritakannya. Tentu saja tak hanya sekedar mengenang romantisme Ukhuwah di masa lalu.
Tapi kami melakukan itu agar semangat kami tetap terjaga dalam jama’ah ini. Cerita-cerita sederhana namun sangat berarti bagi kami agar kami tetap ingat akan jati diri kami dan semakin mempererat tali silaturrahim serta ukhuwah antara kami.
Terkadang realitas hidup dan dinamika dakwah yang semakin berkembang saat ini, sedikit banyak telah merubah pola fikir kita (gak semua juga sih). Jika dulu dikenal istilah ikhwah militan, maka sekarang semakin banyak istilah yang kita kenal, ada ikhwah Melo, ikhwah galau, ikhwah abal-abal, ikhwah gatal, ikhwah ganjen, ikhwah genit, ikhwan bakwan, dll.
Kisah di atas sangat sederhana, hanya karena peduli satu sama lain, maka mereka berdua rela berbasah-basah bersama akibat mandi air hujan. Jika dulu ikhwah lebih banyak curhat atas permasalahan dakwah dan kendala-kendalanya, maka ikhwah sekarang lebih ‘manusiawi’ dengan curhat soal lawan jenisnya, curhat soal masalah cinta dan asmara, curhat soal kegalauannya, bla..bla..bla….
Emang gak boleh?
Siapa bilang, khan udah dibilang itu manusiawi sekali. Saking manusiawinya sampe terkadang sedikit ‘lupa’ dengan jati dirinya sebagai seorang mujahid dan aktifis dakwah.
Ikhwah sekalian, seperti kata pepatah… hidup ini hanya sekalli, hiduplah yang berguna. Kita memang bukan malaikat yang tanpa hawa nafsu, tapi setidaknya kita lebih bisa menahan nafsu dibanding para malaikat. Jangan biarkan syaithon laknatullah tertawa-tawa dengan keberhasilan mereka dalam membuat kita lalai. Seperti kata Alm. KH. Zainuddin MZ, jika keimanan kita layaknya para orang-orang salaf terdahulu, maka syaithon akan mengutus anak buahnya yang lulusan Harvard University untuk menggoda kita. Tapi dengan kondisi kita sekarang, sepertinya cukuplah syaithon mengutus anak buahnya yang lulusan SMA atau SMP karena yang mereka hadapi ternyata cukup hanya diiming-imingi dengan godaan lawan jenisnya saja dan mereka sudah terperangkap di dalamnya
Powered by Telkomsel BlackBerry®