Ketua Tim Penggerak PKK, Netty Heryawan |
PKSCIREBON.ORG, Cirebon – Kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak-anak tiap tahun terus meningkat. Hal tersebut dikatakan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat, Netty Prasetyani Heryawan usai menghadiri acara grand opening RS. Permata Cirebon, Minggu (22/1).
Dijelaskan Netty, kekerasan pada perempuan dan anak setiap harinya sebanyak 350 perempuan dan anak menjadi korban kekerasan berupa fisik maupun psikisnya. Menurutnya, kasus ini bagaikan fenomena gunung es yang tidak bisa dibiarkan begitu saja, harus ada penanganan yang cepat dan tanggap layaknya penanganan bencana alam.
“Di Indonesia, sebanyak 350 perempuan dan anak jatuh menjadi korban, jadi korbannya setiap jam 2-3 perempuan dan anak,” ungkapnya.
Menurut Netty, hulu kasus tindak kriminal tersebut terhadap perempuan dan anak berada dalam keluarga. Tak sedikit pelakunya adalah orang dekat dengan korban.
“Karenananya perlu upaya keras untuk memberdayakan keluarga. Para orangtua dan dewasa perlu mengetahui cara untuk menghidari tindak kekerasan, termasuk human trafficking. Kaum perempuan dan anak juga perlu pemberdayaan untuk menghindarkan diri menjadi korban,” papar istri Gubernur Jabar itu.
Mengenai rumah sakit yang memiliki pelayanan penanganan pasien korban kekerasan poerempuan dan anak, Netty menuturkan, seharusnya semua rumah sakit harus memberikan pelayanan itu, karena memang terikat oleh undang-undang. Tetapi, tentu saja, kembali kepada kemampuan dan perangkat oleh rumah sakit masing-masing.
“Saat ini yang sudah terbangun sistemnya dan mendapat perhatian dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah RSUD Gunung Jati, dan Insya Allah sedang disiapkan lagi yakni RS Al-Ihsan di Bale Endah Bandung dan RS Hasan Sadikin sebagai rumah sakit pusat milik Kementrian Kesehatan,” jelasnya.
Kedepan, ungkapnya, Insya Allah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat akan membangun kerjasama kemitraan dengan seluruh rumah sakit yang ada di Jawa Barat, baik milik pemerintah maupun swasta, untuk menjadi rumah sakit yang memberikan pelayanan terhadap para perempuan dan anak korban kekerasan.
“Rumah sakit di Jawa Barat jumlahnya banyak yang sudah memiliki pelayanan tersebut, tetapi kalau dipresentasekan memang belum memadai, tapi setidaknya perspektif teman-teman medis sudah mulai terbangun, bahwa perempuan dan anak korban kekerasan itu harus dianalogikan sebagai korban bencana, jadi harus bisa dilayani secara baik,” ungkapnya.
Sumber: Fajarnews.com