PKS Cirebon News, Jakarta– Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan, Ecky Awal Mucharam menegaskan Fraksi PKS menolak pasal-pasal krusial dalam RUU Pengampunan Pajak yang telah disahkan menjadi Undang-Undang. Hal itu disampaikan Ecky dalam Rapat Paripurna DPR ke-31 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2015-2016, Selasa (28/6).
“Fraksi PKS dengan tegas menolak dan menyatakan keberatan terkait Pasal-Pasal Krusial dalam RUU Pengampunan Pajak,” jelas Ecky.
Adapun rincian pasal-pasal RUU Pengampunan Pajak yang ditolak Fraksi PKS adalah, pertama, Pasal 3 Ayat 5 terkait Objek Pengampunan. Dalam Pasal 3 Ayat 5 ini disebutkan bahwa Pengampunan Pajak meliputi PPh, PPN, dan PPn-BM. Praktik yang lazim dalam Pengampunan Pajak, jelas Ecky, hanya mengampuni pajak penghasilan (PPh) saja. Oleh karena, hal itu sesuai dengan konsep Pengampunan Pajak yang berbasis differensial asset, atau akumulasi penghasilan yang selama ini tidak dipajaki.
“Namun, dengan adanya perluasan objek pajak kepada PPN dan PPn-BM akan menggerus Penghasilan Negara lebih jauh lagi. Oleh karena itu, Fraksi PKS mengusulkan hanya terkait PPh saja dan pokoknya tidak diampuni dan yang diampuni hanya sanksi administrasi dan pidana pajaknya saja,” jelas Ecky.
Kedua, Pasal 4 terkait Fasilitas dan Tarif Tebusan. Kedua hal tersebut, harus disesuaikan dengan tarif PPh yang sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan, yaitu sebesar maksimal 30 persen, ditambah sanksi administrasi 48 persen dari pokok, dan sanksi pidana pajak. Namun demikian, Pemerintah menawarkan fasilitas pembebasan utang pokok pajak, sanksi administratif, dan sanksi pidana pajak.
“Semua itu, sebagaimana termuat dalam Pasal 4 tersebut, cukup ditebus dengan tarif sangat rendah, yaitu sebesar 1-6 persen. Maka, Fraksi PKS memperjuangkan agar tarif yang dikenakan sesuai dengan ketentuan perpajakan atau sebesar 30 persen, peserta pengampunan pajak tetap membayar pokok pajak, fasilitas pengampunan pajak hanya pada sanksi administrasi dan sanksi pidana, serta pengurangan sedikit lebih` rendah untuk dana repatriasi ,” tegas Anggota Komisi XI DPR RI dari Daerah Pemilihan Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur ini.
Ketiga, Pasal 4 dan 8 terkait jangka waktu pelaksanaan hingga 31 Maret 2017. Fraksi PKS memandang batas waktu pelaksanaan pengampunan pajak tersebut tidak sejalan dengan pengurangan anggaran (cut off) APBN 2016, yaitu sampai 31 Desember 2016. Padahal, di dalam APBN-P 2016 , pemerintah telah memasukkan target penerimaan dari Pengampunan Pajak sebesar Rp165 triliun.
“Oleh karena itu, Fraksi PKS menilai Perpanjangan waktu hingga 31 Maret 2017, semakin menambah ketidakpastian bahwa target penerimaan pajak dari Pengampunan Pajak akan tercapai,” tambah Ecky.
Keempat, Pasal 12, khususnya ayat 2 dan 3, terkait instrument investasi yang dapat digunakan untuk menaruh dana hasil repatriasi. Khusus ayat 3. RUU Pengampunan Pajak membuka ruang bagi Wajib Pajak untuk menaruh dana di instrumen keuangan lain (non-Pemerintah), seperti obligasi perusahaan swasta maupun investasi sektor riil lainnya yang ditetapkan oleh Menteri .
“Fraksi PKS mendorong pemerintah agar dana repatriasi tersebut jangan sampai menjadi hot money dalam bentuk investasi pasar uang yang bisa tiba-tiba keluar dan mengganggu stabilitas sistem keuangan. Atau pun menjadi sumbe bubble economics keuangan karena spekulasi di sektor properti,” tambah Ecky.
Selain itu, jika dana repatriasi tersebut ditampung melalui Surat Berharga Negara (SBN), maka Fraksi PKS menilai harus ada SBN khusus dengan imbal hasil yang tidak lebih tinggi dari tariff tebusan repatriasi.
“Repatriasi harus benar-benar ada masuk dari luar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke dalam NKRI dengan masa holding period harus lebih lama yaitu minimal lima (5) tahun,” papar Ecky.
Kelima, Pasal 20 terkait dengan Harta Deklarasi. Dalam pasal tersebut, diatur bahwa Pengampunan Pajak mengatur bahwa data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya, tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan dan penuntutan pidana.
“Fraksi PKS menilai pasal ini rawan untuk disalahgunakan, dan memberikan ruang bagi pidana lain, seperti korupsi, narkoba, terorisme, human trafficiking dan pencucian uang untuk bersembunyi,” tegas Ecky.
Sumber: pks.id