Ust. Iman Santoso
“ Tiga hal yang jika ada pada seseorang, maka akan mendapat kelezatan keimanan; menjadikan Allah dan Rasul-Nya yang paling dicintai dari selain keduanya; mencintai seseorang, tidak mencintainya kecuali karena Allah; benci kembali kepada kekafiran, setelah diselamatkan Allah darinya, seperti bencinya dimasukkan ke dalam api neraka” (Muttafaqun ‘alaihi).
Keimanan merupakan keni’matan yang besar, keni’matan yang Allah berikan kepada hamba-Nya dari orang-orang beriman. Keni’matan yang melebihi seluruh kekayaan dunia dan seisinya. Bahkan penduduk di dunia seluruhnya berada dalam kerugian dan kesengsaraan, kecuali orang-orang yang beriman. Padahal penduduk dunia yang jumlahnya sekitar 6 milyar, mayoritasnya tidak beriman. Hanya sekitar 1,5 milyar yang secara formal sebagai penganut muslim. Sedangkan yang sudah sampai pada tingkat keimanan sejati lebih kecil dari seluruh total penganut muslim tersebut.
Jadi orang-orang beriman, memang benar-benar mendapatkan keni’matan yang khusus untuk orang yang khusus. ”Mereka merasa telah memberi ni`mat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi ni`mat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan ni`mat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar” (QS Al-Hujurat 17). Di dunia, mereka akan mendapatkan kehidupan yang baik (16: 97), bahkan lebih dari itu, mereka akan mendapatkan kekuasaan dibumi, keteguhan agama dan bebas dari rasa takut (25:55). Sedangkan di akhirat mendapatkan puncak keni’matan yang diinginkan manusia, surga yang luasanya seluas langit dan bumi.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak beriman adalah orang-orang yang sengsara dan merugi. Mereka rugi di dunia dan di akhirat. Mereka rugi di dunia, walaupun kelihatan dari tampilannya menakjubkan memiliki segala fasilitas dunia Larut pada kubangan syahwat sesaat, baik syahwat harta, wanita maupun tahta atau kedudukan dan jabatan politik. Tetapi sejatinya, kehidupan mereka sempit dan gersang. Sedangkan di akhirat mereka adalah orang yang paling sengsara karena dibangkitkan dalam keadaan buta dan di siksa di neraka jahanam kekal selamanya. ”Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS Thahaa 124).
Makna dan Hakekat Iman
Berkata Al-Hasan Al-Bashri: ”Iman bukanlah hiasan dan angan-angan, tetapi iman adalah sesuatu yang diyakini dalam hati dan dibuktikan lewat amal sholih”. Sedangkan para ulama secara umum mendefinisikan keimanan dengan pembenaran dalam hati, diucapkan lewat lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Iman bukanlah hanya sekedar pernyataan lisan. Kalau hanya sekedar pernyataan lisan, maka orang-orang munafikpun menyatakan keimanannya. Padahal hati mereka tidak beriman. Keimanan juga bukan hanya gerakan lahir yang tanpa diimani dan diyakini oleh hati. Karena kalau hanya gerakan lahir, maka banyak juga orang yang fasik yang melakukan amal-amal keimanan padahal hati mereka paling busuk dan memusuhi Islam dan umat Islam.
Dalam kesempatan lain imam Al-Hasan Al-Bashri pernah ditanya; apakah anda mu’min ? Maka beliau menjawab: ” Kalau yang dimaksud beriman adalah beriman pada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhir dan Taqdir, maka saya beriman. Tetapi jika yang dimaksud sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Anfaal ayat 2-4:” Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka, dan kepada Rabb mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya, ampunan dan rezeki (ni’mat) yang mulia” . Imam Al-Hasan menjawab:” Saya tidak tahu”. Itulah orang-orang yang beriman, mereka orang-orang yang selalu khawatir dan takut jika kemunafikan masuk kedalam hati mereka.
Berkata Sayyid Qutb dalam tafsirnya fii Zhilal Al-Qur’an ketika menjelaskan surat Al-Hujuraat 15:” Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”. Berkata Sayyid :” Iman adalah pembenaran hati terhadap Allah dan Rasul-Nya, pembenaran yang tidak disertai keraguan dan kebimbangan. Pembenaran yang tenang, kokoh dan yaqin yang tidak ada kegoncangan dan tidak ada penghalang dan rintangan pada hati dan perasaan. Keimanan yang menggerakan jihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah. Karena hati jika tersentuh dengan ni’matnya keimanan, maka akan tenang dan teguh, kemudian menggerakan tekad untuk merealisasikan hakekat keimanan itu di luar hatinya, dalam realitas kehidupan dan di lapangan hidup manusia”.
Kemuliaan Iman
Allah SWT. selalu mengukur segala sesuatu dengan timbangan keimanan, bukan timbangan lainnya, apalagi timbangan materi dan dunia yang hina. Keimanan itulah yang akan dimuliakan Allah, walaupun para taghut merendahkannya, walaupun orang-orang materialisme dan yang telah tertipu oleh dunia meremehkannya. ”Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (QS Ali ’Imran 139).
Orang-orang yang bangga dengan perhiasan dunia dan jabatan politik sementara jauh dari nilai-nilai keimanan adalah orang-orang yang rendah dan hina, apalagi untuk mendapatkan dunia itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara dan merusak citra. Mereka yang terperdaya dengan mobil mewah, rumah megah dan penampilan yang trendi padahal hatinya kosong dengan keimanan adalah orang-orang yang kerdil dan sempit. Mereka yang senantiasa bicara politik dan kekuasaan, sedangkan dirinya jauh dari keimanan dan pembersihan hati, mereka adalah orang-orang yang terlena dan lalai. Keimanan itulah yang merupakan prinsip dan keimanan itulah kunci-kunci kemuliaan. ”Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui” (QS Al-Munaafiquun 8).
Dakwah yang benar adalah dakwah menuju keimanan dan dakwah untuk mengajak manusia untuk merealisasikan Syariat Islam. Dakwah memang harus berinteraksi dan musyarokah, tetapi interaksi dan musyarokah yang tidak membuat larut pada kebatilan. Sayyid Qutub berkata:” Yakhtalituun walaakin yatamayyazuun (bercampur tetapi memiliki keistimewaan)” Inilah prinsip dakwah para nabi dan rasul bukan dakwah mengajak kerjasama dengan kebatilan dan kemungkaran. Umar bin Khattab berkata:” Kami adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam, kapan saja kami mencari kemuliaan di luar Islam, maka akan dihinakan oleh Allah”.
Seruan Keimanan
” Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu):” Berimanlah kamu kepada Rabb kamu”, maka kamipun beriman Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti” (QS Ali ’Imran 193). Inilah salah satu do’a orang-orang beriman. Do’a yang merupakan refleksi dari sikapnya, yaitu senantiasa menyambut panggilan keimanan. Para ulama menyebutkan yang menyeru keimanan adalah Rasul saw., sebagian yang lain menyebutkan Al-Qur’an. Tetapi keduanya benar. Apakah Rasul saw. ataukah Al-Qur’an keduanya menyeru pada keimanan.
Seruan keimanan ini adalah seruan yang sangat indah, Allah SWT. menyerunya dalam Al-Qur’an berkali-kali dengan penuh kelembutan dan kecintaan. ”Wahai orang-orang yang beriman!” Seorang sahabat mengatakan:” Jika kalian mendengar Allah menyeru kalian dengan ungkapan ”Wahai orang-orang yang beriman!” maka dengarkanlah, karena sesudah itu pasti ada perintah yang jika dilaksanakan akan memberi manfaat bagimu atau ada larangan yang jika ditinggalkan juga akan memberi manfaat bagimu”. Perintah dan larangan memang semuanya untuk kemashlahatan manusia bukan untuk kepentingan Allah SWT.
Seruan keimanan pertama yaitu agar manusia mentauhidkan Allah dalam segala hal, penghambaan, kecintaan dan ketaatan, Laa ilaha illah. Seruan kedua agar membenarkan Rasul saw. mencintai dan menjadikanya sebagai teladan dalam kehidupan, Muhammadur Rasulullah. Inilah dua kalimat Syahadat, syahadat tauhid dan syahadat rasul, keduanya menjadi pintu masuk dari semua ajaran Islam. Orang-orang yang bersahadat harus dalam kesadaran penuh bahwa dia sedang melakukan ikrar, janji setia dan sumpah. Setelah itu mereka dalam keadaan siap melaksanakan jaran Islam.
Seruan kedua yaitu, sholat. Panggilan ini dikumandangkan oleh muadzin lima kali dalam sehari. Seruan yang sangat indah, seruan yang mengajak pada sholat dan kemenangan. Rasulullah saw. mencontohkan langsung bagaimana menegakkan sholat dengan sempurna, khusu’, dilakukan diawal waktu, berjamaah dan di masjid. Rasulullah saw. menjadikan sholat sebagai qurratu ’ain ( penyejuk hati, penyedap rasa, sesuatu yang paling dicintai dan sarana rohah). Dan demikian juga para sahabat, mengikuti apa yang telah dicontohkan Rasul saw. Bahkan mereka menjadi generasi yang senantiasa ruku’ dan sujud mengharap karunia dan ridho Allah, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud (48: 29).
Sudah sepantasnya para pemimpin dakwah mengikuti dan menteladani Rasul saw. dalam hal ini. Imam Hasan Al-Banna memberikan wasiat kepada pengikutinya:” Tegakkan sholat kapan saja anda mendengarkan panggilan dalam kondisi apapun, dan upayakan lakukan berjamaah di masjid”. Oleh karena itu, sholat tidak selayaknya dikalahkan oleh kegiatan yang lain, termasuk rapat-rapat, apalagi rapat tentang politik. Disebuah rumah sakit Islam setiap datang waktu sholat terdengar panggilan azan dari seluruh pengeras suara yang ada di rumah sakit tersebut, kemudian dengan komitmen para dokter, pegawai, pengunjung dan pasein mendatangi masjid untuk sholat berjamaah. Sudah selayaknya kantor gerakan dakwah mencontoh kebaikan ini dan sudah selayaknya kantor gerakan dakwah memiliki masjid.
Dan seluruh seruan keimanan adalah baik, indah dan mengajak pada kehidupan, kehidupan yang sejati, kehidupan abadi, kehidupan bahagia, bukan asal hidup, bukan seperti kehidupan hewan. “ Hai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya apabila Rasul menyeru kamu lepada suatu yang memberikan kehidupan lepada kamu” (QS Al-Anfaal 24).
Dinamika Keimanan
Iman ádalah sesuatu yang dinamis, fluktuatif, naik dan turun. Naik karena ketaatan dan turun karena kemaksiatan. Bahkan iman bisa sampai turun ke titik nol, ketika seorang melakukan dosa-dosa besar. Rasulullah saw. bersabda:”Tidaklah seorang berzina, ketika berzina sedang dia mukmin. Tidaklah seorang minum khomr ketika minum sedang dia mukmin.Dan tidaklah seorang mencuri ketika dia mencuri sedang dia mukmin” (HR Bukhari).
Iman bisa juga naik ke puncak yang tinggi dengan amal-amal taat, seperti jihad, dakwah dan pendekatan diri kepada Allah. Rasul saw. bertanya pada Muadz bin Jabal ketika beliau bertemu di suatu pagi dan berkata:” Bagaimana kondisi pagi ini wahai Muadz ?” Berkata Muadz ra:” Pagi ini dalam kondisi keimanan yang sebenarnya”. Sesungguhnya setiap perkataan ada hakekatnya, apa hakekat yang engkau katakan?” Berkata Muadz ra. :’Jika aku berada pada waktu pagi, aku tidak mengira jika akan lewat sore, dan jika aku berada pada waktu sore aku tidak mengira jika akan lewat pagi. Dan seolah-olah aku melihat penghuni surga, mereka di sana bersenang-senang, dan seolah-olah aku melihat penghuni neraka, mereka disana berteriak-teriak, dan seolah-olah aku melihat arasy Allah dengan jelas untuk memutus perkara” Maka berkata Rasulullah:” Engkau telah sampai ma’rifah (mengenal Allah), maka komitmenlah.
Dinamika keimanan akan terus menyertai manusia sampai akhir hayatnya. Semua itu sangat terkait dengan sohibul iman (pemilik keimanan). Iradatul basyar (kemauan manusia) dan qudratullah (kehendak Allah) akan bertemu disini. Faktor lain yang meramaikan dinamika keimanan tersebut adalah syetan, baik dalam bentuk manusia maupun jin. Syetan tidak akan pernah rela jika manusia beriman kepada Allah, mereka akan terus-menerus menyesatkan manusia, sampai jatuh ketempat yang paling bawah untuk kemudian akan menemani mereka di neraka.
Kisah seorang abid (ahli ibadah) di masa bani Israil yang tergoda syetan kemudian melakukan dosa beruntun, melihat kecantikan wanita, berzina, membunuh dan musyrik adalah salah satu bukti bahwa syetan tidak akan tinggal diam membiarkan manusia beriman, apalagi sampai pada tingkat puncak keimanan. Kisah abid itu kemungkinan besar akan berulang dalam dimensi, pelaku dan cerita yang berbeda, namun pada hakekatnya sama menyesatkan manusia.
Inilah hakekat dari perjalanan hidup manusia, saling perang dan mempertahankan untuk sebuah keyakinan atau keimanan. Yang menang akan mendapatkan surga dan yang kalah akan mendapatkan neraka. Dan tidak sama antara penghuni neraka dengan penghuni surga, penghuni surga itulah yang sukses. Tetapi hakekat itu harus disadari dan difahami secara mendalam: ” Surga dikelilingi dengan sesuatu yang tidak disukai dan neraka dikelilingi dengan syahwat” (HR Muslim).
Kelezatan Keimanan
Keimanan memang memiliki citarasa, keni’matan, dan kelezatan. Dan Rasulullah saw. telah menjelaskan parameternya, sebagaimana disebutkan dalam hadits: “ Tiga hal yang jika ada pada seseorang, maka akan mendapat kelezatan keimanan; menjadikan Allah dan Rasul-Nya yang paling dicintai dari selain keduanya; mencintai seseorang, tidak mencintainya kecuali karena Allah; benci kembali kepada kekafiran, setelah diselamatkan Allah darinya, seperti bencinya dimasukkan ke dalam api neraka” (Muttafaqun ‘alaihi).
Parameternya adalah cinta. Ketika sesorang mencintai, Islam memberikan acuan siapakah yang harus mendapat prioritas kecintaan. Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”(QS At-Taubah 24).
Ayat ini jelas sekali, yang harus mendapatkan prioritas kecintaan dari kita adalah Allah, Rasul-Nya dan perjuangan di jalan Allah. Kecintaan manusia kepada Allah SWT harus diperioritaskan, karena Allah SWT. adalah kholik yang telah menciptakan manusia, memberi rizki dan memberikan hidayah. Allah menghidupkan dan mematikan dan Allah telah memberikan kenikmatan kepada kita. Sehingga kecintaan manusia terhadapa Allah adalah kecintaan yang mutlak dan diatas segala-galanya. Demikian juga kecintaan kepada Rasulnya adalah kecintaan yang mutlak. Karena kecintaan kepada Rasulullah saw merupakan syarat mutlak kecintaan Allah terhadap orang-orang beriman. Dan melalui Rasulullah saw. orang-orang kita mendapatkan hidayah. Sedangkan perjuangan di jalan Allah harus kita prioritaskan dari aktifitas lain karena ini adalah bukti dari kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Kecintaan membutuhkan pengorbanan, dan pengorbanan yang sempurna hanya dapat direalisasikan dalam perjuangan atau jihad di jalan Allah SWT.
Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan prinsip utama yang harus ada pada seorang mukmin dimana kecintaan itu tidak boleh bersekutu dengan kecintaan kepada yang lainnya. Dan kecintaan kepada yang lain harus dalam koridor kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya dan tidak bertentangan dengan kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi dari yang lainnya, mengakibatkan seorang beriman tidak akan pernah merasa bosan dan lelah dalam beribadah. Tidak membutuhkan pujian dan sanjungan orang. Dia akan tetap beribadah dan beribadah sampai akhir hayatnya.
Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya dan mencintai seseorang karena Allah serta membenci seseorang dan prilakunya karena Allah merupakan puncak keimanan seseorang sehingga layak mendapatkan balasan dan ganjaran berupa kemanisan keimanan. Sedangkan kecintaan seseorang kepada yang lainnya yang melebihi kecintaannya kepada Allah dan Rasulnya merupakan pelanggaran dan dosa yang akan berakibat berat bagi dirinya di dunia dan di akhirat.
Penyaluran kecintaan yang benar dan sesuai dengan fitrahnya akan membawa seseorang pada kedamaian, ketentraman, ketenangan, keamanan dan kebahagiaan sedangkan penyaluran kecintaan yang salah dan menyimpang dari fitrah akan membawa seseorang pada rasa takut, gelisah, resah, cemas, prustasi dan kesengsaraan.
Kemanisan keimanan juga akan dapat diraih ketika seseorang membenci kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan sebagaimana bencinya jika masuk kedalam api neraka. Inilah orang-orang yang mendapat petunjuk, dan merekalah orang-orang yang dewasa imannya. “…Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus” (QS Al-Hujuraat 7)
Itulah iman, iman melandasi setiap kebaikan sebaliknya kekufuran melandasi setiap keburukan. Berbahagialah orang beriman dan celakalah orang-orang yang kafir. Dan sejatinya selagi manusia masih hidup, berarti masih ada kesempatan untuk beriman dan masih ada kesempatan untuk mendapat kebahagiaan dan masih ada kesempatan untuk masuk surga. Oleh karena itu, marilah kita memanfaatkan kesempatan ini, marilah kita melaksanakan misi kita sebagai seorang muslim, misi yang telah ditetapkan Allah dalam surat Al-Ashr, yaitu; iman, amal shalih, dakwah dan sabar. Dan dasar dari semua itu adalah iman. Wallahu’alam bishowwab
معنى الإيمان وحقيقته
|
||
عزة الإيمان
|
||
في رحاب الإيمان
|
نداء الإيمان
|
الإيمان هو الأساس
|
حيوية الإيمان
|
||
حلاوة الإيمان
|