“Saya lahir di Mundu Pesisir,”kata Elang Kusnandar Prijadikusuma. sambil menghela nafas ia mulai menceritakan kehidupan masa kecilnya yang penuh warna di desa Mundu Pesisir, Kec. Mundu, Kab. Cirebon.
Sejak kecil saya suka ikan kembung yang dibumbu kuning, namun saat masih kecil saya menyebutnya iwak ijo,”katanya. Kesukaannya pada ikan kembung dimasak bumbu kuning tetap dipertahankan hingga sekarang, meski ia telah bertugas jauh dari Cirebon, tanah kelahirannya.
Ada satu kebiasaan Kusnandar saat masih kecil yang sering membuat ibunya bingung, yaitu saat ia dibelikan baju baru. Ia tidak akan membolehkan baju barunya dicuci, pengennya dipake terus walaupun sudah dipake seharian.
Menurut cerita ibunya, ada peristiwa menarik seputar baju barunya itu. Seperti anak desa mundu Pesisir pada umumnya, Kusnandar juga senang bermain di pantai hingga tubuh dan baju barunya kotor karena lumpur.
Karena kotor saat ia pulang kerumah, sang ibu langsung mencuci bajunya yang kotor tesebut. Namun bukanya berterima kasih baju kotornya telah dicuci, Kusnandar justeru menangisi bajunya itu sehingga baju basanya itu terpaksa disetrika lagi agar cepat kering. Dan dalam kondisi masih setengah kering baju baru lalu dipakaikan kepadanya agar ia berhenti menangis.
Karena rumahnya yang berada dipinggir jalan raya pantura, Kusnandar kecil yang saat itu masih berusia 4 tahun sering melihat opersi polisi yang dilakukan didepan rumahnya. Dengan mata kepalanya sendiri ia banyak supir yang memberikan uang kepada polisi, saat sejumlah kendaraan dihentikan oleh petugas operasi. Melihat hal itu Kusnandar kecil mengamuk kepada ayah dan ibunya minta dibelikan baju polisi. Dalam benaknya ia ingin seperti polisi – polisi itu diberi uang oleh para supir.
Guna memenuhi keinginanan sang anak, terpaksa kedua orang tuanya membelikannya baju polisi lengkap dengan peluitnya. Dengan memakai baju pilisi dengan gagah Kusnandar kecil mencoba meniru kelakuan petugas menghentikan setiap mobil yang lewatdari depan rumahnya dipinggir jalan. Namun, bukannya berhenti, mobil – mobil tersebut tetap melajukarena toh yang melakukan operasi juga hanya anak kecil berseragam polisi. Karena cape tidak ada mobil yang mau berhenti ia masuk kedalam rumah sambil menangis. Ia bertanya kepada orang tuanya kenapa tidak ada sopir yang memberinya uang padahal ia sudah berpakaian polisi.
Seiring dengan perbaikan ekonomi orang tuanya, Elang Darmakusuma dan Neni Kunaeni, keluarga Kusnandar pindah ke Kesambi, kota Cirebon, sehinnga ia kemudian bersekolah di SD Cenderawasih hingga lulus.
Meski sempat menemui kesulitan saat kelas satu karena kemampuannya yang agak lambat menyerap pelajaran membaca dan menulis, namun berkat bimbingan yang tekun dari seorang guru yang rela memberikan pelajaran tambahan, ia akhirya naik kelas juga.
Bimbingan sang guru yang tekun dan keinginannya untik bisa membaca dan menulis dengan lancar berbuah manis. Saat naik ke kelas tiga, Kusnandar mendapatkan rangking ketiga di kelasnya. Prestsinya itu harus ia pertahankan hingga ia senantiasa masuk pada posisi tiga besar hingga lulus SD.
Saat SD Kusnandar mempunyai hobi yang unik, ia suka berkeliling kampung menunggang becak yang ia sewa dari tukang becak yang mangkal didekat rumahnya. Berdua dengan pembantunya ia kerap keliling kampung sore hari sepulang sekolah. Namun Kusnandar selalu duduk dibawah bukan dibangku seperti penumpang becak umumnya. Kebiasaannya itu berhenti setelah becak yang dia naiki terbalik dan menindih bagian belakang tubuhnya.
Anak – anak memang sering ingin meniru apa yang dilihatnya di film atau di televisi. Begitu juga dengan Kusnandar. Usai menonton film Tarzan, ia mempraktekan adegan bergelantungan diatas pohon melompat dari dahan ke dahan, dan ia melakukannya di pohon yang ada di sekolahnya. Akibatnya ia terjatuh dari atas pohon hingga pingsan karena dahan pohon yang ia gunakan untuk bergelantungan patah. (Bersambung).
Harian Fajar Cirebon Edisi Senin 28 Mei 2012 (ditulis oleh Agus Arifin)