Tak Bisa Melaut Jarak Jauh, Hasil Tangkapan Menurun
GUNUNG JATI– Kebijakan pemerintah pusat mengenai pembatasan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, membuat nelayan tradisional di Kabupaten Cirebon menjerit. Kelangkaan solar yang terjadi belakangan ini, menyebabkan nelayan hanya bisa melaut jarak dekat. Sehingga, hasil tangkapan berkurang drastis.
Salah seorang nelayan asal Desa Bondet, Kecamatan Gunung Jati, Mulyanto (30) mengatakan, untuk sekali melaut dengan jangka waktu tiga sampai empat hari, kebutuhan solar sebagai bahan bakar mesin diesel sekitar 350 liter. Sedangkan pembelian solar di SPBU paling banyak 100 liter. “Kondisi ini tidak memungkinkan untuk melaut,” katanya, kepada Radar, Senin (15/4).
Dia juga mengeluhkan tidak berfungsinya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Kali Bondet. Padahal, keberadaan SPBN sangat diperlukan untuk menyuplai kebutuhan solar. “Kita terpaksa beli di SPBU, yang selalu dibatasi pembeliannya. Kemudian harus kucing-kucingan dengan aparat kepolisian karena dicurigai untuk menimbun bahan bakar. Padahal, kami beli benar-benar untuk melaut, masa kita harus bawa perahunya ke SPBU biar polisi dan petugas SPBU percaya,” keluhnya.
Pihaknya ingin pemerintah melakukan peninjauan ke lapangan dan mengecek secara langsung kebutuhan solar para nelayan, sehingga ada pengecualian kebijakan pembatasan solar. “Kami ingin kuota BBM bisa dipenuhi, sehingga nelayan bisa berlayar dan kegiatan perekonomian nelayan tidak terganggu,” ucapnya.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon, M. Arif Rahman ST, yang melakukan kunjungan langsung ke perkampungan nelayan Desa Bondet menjelaskan, pengurangan kuota BBM untuk tahun ini oleh pemerintah mencapai delapan persen. Sehingga sangat wajar terjadi kelangkaan BBM di banyak daerah, termasuk Kabupaten Cirebon.
Pemerintah sebenarnya sudah melakukan upaya dengan menjual BBM jenis solar nonsubsidi di beberapa SPBU yang ditunjuk. Namun, masyarakat menengah ke atas tidak serta merta berpindah konsumsi ke solar nonsubsidi. “Kami imbau kepada kalangan masyarakat menengah ke atas, dimohon untuk tidak mengkonsumsi BBM solar bersubsidi, karena itu adalah hak para nelayan,” tuturnya.
Arif mengakui, pembatasan ini sangat merugikan nelayan, karena banyak menemukan kendala ketika ingin mendapatkan BBM solar bersubsidi. Apalagi, SPBN yang ada di sekitar Bondet tidak lagi beroperasi, sehingga nelayan harus membeli di SPBU umum. “Sangat disayangkan SPBN ini tidak beroperasi, diharapkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk mencari penyebab tidak beroperasinya SPBN ini, karena jika ini beroperasi akan sangat membantu nelayan untuk mendapatkan suplay bahan bakar,” tandasnya. (jun)