Selain surat yasin, di hari Jum’at kita dianjurkan untuk membaca surat Al Kahfi.
Di surat itu, ada satu penggalan kisah yang sangat menarik bagi saya. Yaitu saat Gurunya Musa mengajarkan pelajaran ketiga dan menjadi pelajaran terakhir yang diterima Musa.
Musa dan Gurunya tiba disebuah kota dimana orang-orangnya ketus dan menolak menjamu mereka berdua yang sudah sangat lelah, lapar dan dahaga. Gurunya lalu melihat sebuah tembok yang hampir roboh dan tiba-tiba mengajak Musa untuk membenahinya. Tentu tidak ada yang membayar. Padahal saat itu mereka sangat membutuhkan. Bahkan dicemooh penduduk kota sebab mau-maunya membenahi tembok padahal tidak ada yang mau membayar.
“Jika engkau mau,” Kata Musa, “Engkau dapat meminta imbalan atas pekerjaanmu itu.”
“Maka inilah saat perpisahan kita!”, Kata Gurunya.
Memang syarat berguru padanya adalah Musa harus bersabar dan tidak boleh bertanya sebelum diberitahu. Ini sudah ketiga kalinya Musa melanggar perjanjian dengan bertanya. Maka mereka berpisah.
Sebelum berpisah Guru itu memberitahu alasan mengapa ia membenahi tembok itu padahal tidak mendapat bayaran. Bahwa ada harta berharga peninggalan milik 2 orang anak yatim. mendiang ayahnya adalah orang yang shalih. Yang jika tembok itu runtuh maka harta itu akan terlihat oleh penduduk kota yang bobrok itu dan tentu akan dijarah oleh mereka. Allah menghendaki bahwa harta itu tersimpan dibalik tembok hingga 2 orang anak yatim itu sanggup mempertahankan hartanya.
Guru itu berkata ia melakukan itu bukan karena kehendaknya sendiri. Ia diberi ilmu oleh Allah yang Musa tidak mampu bersabar terhadapnya.
Seandainya Musa bisa mampu lebih lama bersabar, mungkin kita akan disuguhi makna lebih banyak. Namun apapun itu, kita mendapat pelajaran berharga yaitu meski berat berusahalah terus berbuat baik bahkan kepada orang yang berlaku buruk terhadap kita. Seperti Musa dan Gurunya yang memperbaiki tembok di sebuah kota padahal penduduk kota itu bersikap buruk terhadapnya.
Sayangnya kita bukanlah gurunya Musa yang diberitahu Allah alasan dibalik peristiwa itu. Kita adalah Musa yang selalu bertanya kenapa. Kenapa kita harus membenahi tembok itu padahal penduduk kota itu bersikap buruk terhadap kita. Kenapa kita harus memperbaiki tembok padahal kita tidak mendapat bayaran.
Untuk apa kita terus berbuat baik namun tidak kunjung mendapat kekayaan. Untuk apa terus berjuang namun tidak juga mendapat hasil yang sepadan. Untuk apa kita membantu mereka padahal mereka tidak pernah tahu berterimakasih.
Sebagai manusia biasa kita pasti bertanya demikian. Namun, kisah itu mengajarkan kita bahwa Allah selalu memiliki rahasia dibalik perjuangan kita yang mungkin menurut kita tidak mendapat hasil dan ganjaran yang setara. Suatu saat kita akan tahu bahkan kaget bahwa perjuangan sederhana kita itu memiliki nilai yang besar untuk kita sendiri atau untuk orang lain.
*Subhan Triyatna, Humas PKS Kab Cirebon