VIVAnews – Partai Keadilan Sejahtera mengusulkan sejumlah perbaikan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum. Ada empat poin yang harus diingat, yakni sistem Pemilu harus memperkuat partai politik.
“Pemilihan umum merupakan wujud dari kedaulatan rakyat untuk menentukan kepemimpinan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota yang disalurkan melalui partai politik,” kata Ketua Panitia Kerja PKS untuk Pemilu, Al Muzzammil Yusuf.
Untuk itu, revisi UU Pemilu harus memperkuat posisi partai politik yang diamanahi Konstitusi sebagai satu-satunya organisasi peserta pemilu. Hal ini sesuai dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa peserta Pemilihan Umum adalah Partai Politik.
“Penguatan partai politik dalam RUU ini sangat relevan karena pengambilan keputusan di DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota ditentukan oleh fraksi yang merupakan wujud dari kekuasaan partai politik di DPR, bukan individu. Untuk itu yang dibutuhkan oleh partai politik adalah orang-orang yang menjiwai ideologi dan program partai yang akan bertarung dalam pemilihan umum,” kata Muzzammil.
Kedua, perlu dilakukan penyederhanaan partai politik secara bertahap sesuai aspirasi masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil survei yang menunjukkan masyarakat menghendaki jumlah politik yang tidak terlalu banyak, 5-6 partai politik. Oleh karena itu, ambang parlemen (parliament threshold) perlu diterapkan di semua level dari tingkat nasional, provinsi hingga kabupaten/kota.
Ketiga, kerumitan pemilu terjadi pada Pemilu 2009 seharusnya tidak terulang kembali. Untuk itu dibutuhkan peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu yang memberikan kemudahan bagi pemilih dan biaya yang murah. Sehingga potensi kecurangan dan tindak kejahatan korupsi yang memanfaatkan momen pemilu dapat diminimalisir.
Keempat, diperlukan metode penghitungan suara menjadi kursi yang adil, sederhana dan mudah digunakan. Metode penghitungan suara ini diupayakan tidak menimbulkan sengketa pemilu yang berkepanjangan yang sebelumnya sering terjadi.
Tujuh Perubahan
Atas pertimbangan-pertimbangan itu, PKS mengusulkan tujuh poin perubahan aturan UU Pemilu:
1. Penerapan sistem pemilihan umum proporsional dengan daftar tertutup atau lebih dikenal sebagai sistem proporsional tertutup. Pemilih hanya mencoblos gambar partai politik di kertas suara, sedangkan gambar calon legislatif dapat ditempelkan di bilik TPS.
“Sistem pemilihan umum ini memungkinkan kertas suara kecil yang berdampak pada biaya pemilihan umum yang lebih murah. Sistem ini juga akan memudahkan pemantauan di lapangan,” kata Muzzammil.
2. Untuk menghindari oligarki pimpinan partai politik, sistem proporsional tertutup ini harus didahului dengan penyelenggaraan pemilu internal partai politik (preliminary election). Pemilu internal ini akan menjadi dasar penyusunan daftar calon anggota legislatif peserta pemilu.
Dengan cara ini, maka kader-kader yang berpengalaman, memiliki kapasitas, berkontribusi dan loyal yang akan terpilih sesuai dengan amanat Undang-Undang Partai Politik yang menghendaki kader internal partai sendiri untuk maju.
3. Ambang parlemen (parliament threshold) diusulkan kisaran 3-5% yang diberlakukan secara nasional (provinsi dan kabupaten/kota). Kisaran 3-5% ini sebagai angka kompromi antara partai-partai politik kecil, menengah dan besar.
4. Besar daerah pemilihan diusulkan bersifat tetap dengan kisaran 3-10 kursi. Hal ini agar memudahkan evaluasi terhadap kinerja anggota legislatif dan partai politik pada periode sebelumnya. Sehingga reward dan punishment dilakukan oleh pemilih terhadap anggota legislatif pada pemilu berikutnya pada daerah pemilihan yang sama.
5. Metode alokasi kursi dengan one person one vote one value (OPOVOV). Metode ini memberikan keadilan dan persamaan hak setiap warga negara.
“Hal ini sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, setiap warga negara Indonesia memiliki nilai yang sama, tanpa kecuali karena jumlah kursi dikaitkan dengan besar jumlah penduduk.
Dengan metode alokasi kursi ini, dapat disepakati minimal per provinsi 3 wakil yang kemudian sisa kursi dibagi dengan metode OPOVOV. Dengan demikian, provinsi-provinsi dengan jumlah penduduk yang minimal tetap mendapatkan angka minimal 3 kursi,” ujar Muzzammil.
6. Metode Divisor dengan varian Sainte-Lague layak untuk digunakan pada Pemilu 2014 karena metode ini ramah dan paling netral untuk partai kecil, partai menengah dan partai besar. Metode ini berguna untuk menentukan jumlah kursi yang diperoleh partai di parlemen.
7. Pembatasan dana kampanye pemilu perlu untuk mengurangi politik uang dan pemilu yang mahal. Adapun besaran pengeluaran dana kampanye pemilu dibicarakan lebih lanjut dengan berbagai pihak dan perbandingan dengan berbagai negara lain tentang batasan pengeluaran biaya kampanye tersebut.